Minggu, 18 Agustus 2013

Cinta Kasih Ibu

Pagi yang segar namun masih terasa hawa dingin  mengigit sekujur tubuh, membuat seorang pemuda enggan untuk berajak dari singgasana.
Terdengar suara gemuruh perut laksana petir yang menggelagar di langit.
Teringat bahwa sejak semalam belum terpenuhi hastrat oleh sepiring energi.
langkah kaki gontai terarah pada sebuah warung yang tak jauh dari tempat nya beranjak..

aroma wangi segera  menggugah  nafsu demi  hasratnya terpenuhi.
Akhirnya Sebelum air liur nya membanjiri warung itu,dengan sigap pemuda itu mengambil sebuah sendok untuk mngeksploitasi sumber energi ini.
Sambil melahap ia tersedak-sedak , membuat butiran butiraan putih menjadi terasa  asin oleh setetes demi tetes air matanya. ia terharu betapa Tuhan mencintainya, ia  masih merasakan betapa besar nikmat ini.

ia teringat perjuangan ibu dan ayahnya untuk sesuap nasi ini.
ya ia tahu benar ketika ia masih anak-anak, saat itu adalah musim paceklik , masa tersulit bagi para petani seperti orangtua nya. hampir tak terlihat satu butir pun gabah, di lumbung telah dipenuhi oleh rumah laba-laba yang mengikat beberapa ekor serngga.

Ketika itu ia sangat merasa perutnya seperti dipukul-pukul oleh tukang kayu yang sedang bekerja membuat meja,
kemudian ia  mengaduh kepada ibunya agar tukang kayu dalam perutnya diberi makan.    Dengan lembut ibunya berkata," iy sabar ya nak , ibu beli beras dulu di pasar ya," ia lalu menangis layaknya bayi yang baru keluar dari peraduan yang nyaman.
ibu nya yang melihat ia menagis itu pun tak terasa air matanya meleleh membasahi pipinya yaang mulai berkerut menandakan bahwa usianya tak muda lagi namun masih terlihat anggun dengan balutan jilbab putihnya. pada saat itu ayahnya sedang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan , karena masa paceklit  dan kemrau ini membuat rumput pun tak menampakkan hijau-hijau keliarannya,

"Yaudah sekarang, alif tidur dulu aja ya, ibu masakkan nasi dulu, nanti kalu sudah matang ibu bangunkan ya.. yuk gih tidur" pinta ibunya sambil menyunggingnkan senyuman pada anak semata wayangnya, muhammad alif.

Alif pun sambil mengisak isak menju kamarnya sambil menunggangi  punggung sang ibu. Dengan halus ibunya mengusap dan beberapa kali mencium keningnya sambil menyenandungkan syair-sair yang menyejukkan hati, dan tak terasa alif pun terbawa ke alam mimpinya .

Saat iya terbangun, ia lihat langit terlihat menyeramkan dengan beberapa kilatan cahaya tombak yang mengincar buruannya disertai suara dentuman yang deras bak bom atom amerika yang membuat jepang menyerah tanpa syarat. Kota hirosima dan nagasaki dibuat luluh lantak tak tersisa apapun dibuatnya.

Alif lalu segera beranjak untuk mencari ibunya, dan ia mendapati ibunya sedang membaca ayat- ayat Allah yang begitu mengetarkan jiwa. Seperti seorang permaisuri yang tersihir oleh ketampanan seorang pangeraan dari kerajaan di negeri dongeng. ia tak menyadari hingga alif memegang tangannya.

sedikit terkejut oleh wajah polos anaknya itu, dengan senyum anggunnya ," oh maaf alif tadi ibu gak tega membangunkan mu yang sedang asik bermimpi, yuk sekarang makan dulu , itu udah ibu siapkan di meja makan."
"iya bu, alif laper sekli, perut alif sakit" rengek alif
"yuk makan , ibu suapin ya"
"ah enggak lah, alif makan sendiri aja , kan udah gede.."
keduanya menuju meja makan, ibunya lagi-lagi menitikkan air mata cinta pada anaknya, baginya tak apalah dirinya saja yang merasakan sakitnya  lapar, tapi jangan anaknya.. tiap malam ia bermunajat dan mengadu kepada sang Kholik , sang pencipta , sang pemberi riski, agar anaknya tidak merasakan lapar, cukuplah ia sendiri yang merasakannya.

"Kok cuma satu piring bu? ibu gak makan?" tanya polos alif
" iya tadi ibu sudah makan deluan waktu alif tertidur seperti bayi" ibunya tersenyum dengan lembut sambil menggoda alif.
" ah ibu, alif kan udah gede, " yaudah alif makan ya.."
"ya, ingat sebelum makan , harus apa?"
"iya ibu, bismillahirrahmanirrahim, terimaksih ya Allah" ucap alif sambl menengadahkan kedua tangannya

Melihat anaknya yang dengan lahap makan , ia sangat senang dan rasa sukur , pujian untuk illahi tak hentinya ia ucapkan dalam hati.
“Alhamdullilah kenyangnya ibu..”
“alhamdulillah , jangan lupa bersukur dan berterimaksih pada Allah ya, jadi alif masih bisa makan enak seperti ini.
“iya ibu, maksih ya allah”

Sampai sekarang Alif sungguh tak dapat melupakan kejadian itu, apalagi ternyata dibalik senyum ibu nya waktu itu , tersimpan sebuah ketegaran hati yang kuat.  Seusai makan , dan ibu nya mengajarkan ia mngaji, alif pun beranjak ke kamar untuk melanjutkan mimpi indahnya. pagi hari sekitar pukul 4 mendekati waktu subuh, ia terbangun, mendapati ibunya tak ada di sampingnnya, ia pun beranjak dari tempat tidurnya untuk mencari ibunya. Saat itu ia melihat ibunya yang berbalut mukena putih , duduk bersimpuh sambil memegang perutnya, terlihat dari belakang , alif melihatnya menahan sakit dan terkadang terdengar suara erangan,  ia melihat ibunya menangis dalam doanya,  alif dengan perlahan mendekati sang ibu
“ibu, ibu, ..?” panggilnya dengan suara yang pelan
Mendengar anaknya memanggil, ia terkejut dan cepat-cepat menghapus air mata yang keluar dari kedua mata terindah  yang memancarkan ketabahan.
“Eh alif, anak ibu tersayang, ke bangun ya?”
“ Ibu kenapa nangis?”
“ gak apa2 alif, ibu gak nangis kok ,” dipeluknya alif hingga alif merasa sedikit sakit karena eratnya pelukan ibu.

Alif sambil menyantap nasinya dii warung itu , terus menata memorinya , mengingat begitu besar cinta dan kasih sayang  seorang ibu. Setelah tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah tampan, dan terlihat bijaksana yang kini ia sedang menuntut ilmu di universitas Lampung , mengambil progam studi pendidikan kimia, ia sangat menyukai bidang ini, bahkan bisa dibillang sudah tergila-gila oleh zat-zat yang berbau kimia,  apalagi jika sudah di laboratorium , rasa keilmuan dan keingintahuannya untuk mencampurkan zat-zat kimia, tak kurang lab kimia dibuatnya geger karna lebih dari tiga kali laboratorium kimia yang letaknya satu atap dengan gedung pascasarjana itu dibuatnya meledak dan hampir saja satu lab itu hangus terbakar.
Ia menyelessikan makannya, dan ia merasa energi besar mengalir begitu hebatnya di setiap aliran darahnya. Ia tak lupa berdoa setelah memakan riski dari Allah yang diberikan padanya seperti yang ibu nya  selalu ajarkan kepadanya. Ia tak akan pernah melupakan setiap nasiat-nasihat ibu nya. Tak pernah.
Ia tersadar saat  ibunya rela menahan sakitnya rasa lapar demi dirinya, saat ia makan di depan ibunnya dengan lahapnya di mana ibu nya selalu tesenyum padanya setiap kali ia makan.
Lagi-lagi hatinya bergetar mengingat sayangnya ibu padanya. Hatinya hanyut , basah, hingga meneskan air mata . Ia sangat merindukan ibunya. Ingin rasanya sekarang ia cepat-cepat pulang ke kampung halaman memeluk ibu. Mencuci kakinya dengan air hangat sebagai tanda bakti dan sayang pada wanita yang dengan sabar dan cinta menjaganya selama 9 bulan di dalam rahimnya. Dengan penuh kelembutan mengajrkannya bicara, berjalan hingga sampai sekarang rasa cinta ibunya begitu besar. Yang tak mungkin ia dapat membalasnya.

Kemudian ia kembali teringat akan pecahan memori yang sungguh membuatnya menangis sepanjang malam, tak hanya itu ibu nya begitu sedih bahkan jatuh tak sadarkan diri ketika dua orang polisi datang kerumahnya disertai dengan sebuah mobil berwarna putih  dari rumah sakit bertuliskan mobil jenazah..


Bersambung........ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar